Langsung ke konten utama

Beriman Menurut Maria, Yusuf dan Simeon

"Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa,yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel." (Luk 2:29-32)

Renungan:
Teman-teman sekalian. Menjadi orang tua dari calon orang terkenal atau berkuasa tentu menjadi keistimewaan. Dengan demikian, maka orang tua itu akan mendapat beraneka kemudahan dan hal-hal istimewa lainnya. Orang tua juga dapat menikmati rejeki yang datang dari keterkenalan dan kekuasaan yang akan dimiliki oleh anaknya.

Tidak demikian dengan Yusuf dan Maria. Meski mereka mengetahui bahwa anaknya memiliki keistimewaan. Itu tidak menjadi satu alasan bagi mereka untuk meninggalkan tradisi. Mereka tetap melakukan pentahiran terhadap diri anaknya sesuai dengan tertulis dalam hukum Tuhan. Meski memiliki anak yang kelak akan menjadi besar. Maria dan Yusuf tetap menjalankan tugas tradisi sebagai orang tua. Ini merupakan lambang keimanan yang dimiliki oleh kedua orang tua dari Yesus.

Demikian juga dengan Simeon. Ia adalah seorang yang benar dan saleh. Roh Kudus telah menyakan bahwa ia tidak akan mati sebelum melihat Mesias. Ketika bertemu dengan bayi Yesus, ia pun berserah kepada Allah untuk pergi dengan damai. Ia sudah melihat Mesias yang menurutnya, "…. ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan?dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri?,supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang."



Teman-teman yang terkasih. Menjadi seorang beriman itu tidak mudah namun juga tidak sulit. Dalam 1 Yoh 2:4 dinyatakan, “Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran.” Hari ini kita sudah diajak untuk melihat bagaimana menentukan ukuran seorang yang taat kepada Allah. Dalam Maria dan Yusuf kita melihat meski telah memiliki anak yang akan menjadi besar. Mereka tetap menjalankan keagamaannya. Mereka tidak jumawa dan meninggalkan praktek keagamaannya. Dalam Simon kita diajak untuk melihat bahwa ketaatan terhadap Allah menuntut juga kondisi berserah pada kehendak-Nya. Bagaimana dengan kita? Apakah kita mau merendahkan diri meski memiliki hal-hal yang istimewa? Atau justru kita lebih memilih untuk mengagungkan diri? Apakah kita sudah berserah kepada kehendak Allah di dalam setiap usaha yang kita jalankan?

Versi Video:


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keutamaan itu Namanya Kasih

  Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." (Mrk 12:29-31) Renungan: Teman-teman yang terkasih, kita seringkali menonton chanel-chanel yang membahas mengenai keagamaan. Setelah menonton itu, terkadang kita sampai pada perbandingan dan mencari keunggulan. Kita terjebak pada komparasi-komparasi yang membelenggu pikiran dan pembiasaan diri. Kita hanya sampai pada mencari keunggulan tanpa menerapkan keunggulan itu dalam kehidupan sehari-hari. Yesus melalui Injil Markus 12:28-34 berdiskusi mengenai hukum yang terutama. Di dalam penjelasannya, Yesus menyatakan hukum yang paling utama ialah mengasihi Tuhan dan sesama. Dengan memiliki hubunga...

Memprioritaskan Kasih di atas Segalanya

Bacaan dari Injil Mat 12:1-8 : Pada waktu itu, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum. Karena lapar, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya. Melihat itu, berkatalah orang-orang Farisi kepada-Nya: "Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat." Tetapi jawab Yesus kepada mereka: "Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam? Atau tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah?   Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah. Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah. Karen...

Akal Budi adalah Sarana Manusia

Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa. (Rm. 7:25) Renungan Di dalam hidup ini kita selalu harus berhadapan dengan dua hal yang berlawanan. Mulai dengan berhadapan antara kebutuhan dan keinginan. Atau mungkin kita seringkali berhadapan dengan ya atau tidak. Atau bisa juga saat kita ingin pergi ke gereja, pergi atau tidak ya? Dalam keadaan dan kondisi seperti itu, apa yang harus kita perbuat? Demikian halnya juga yang diungkapkan St. Paulus melalui tulisannya kepada jemaat di Roma. Santo Paulus mengingatkan bahwa di dalam tubuh kita yang satu ini ternyata ada dua unsur yang saling berlawanan. Unsur yang pertama lebih kepada memilih melayani hukum Allah. Sedangkan unsur yang lainnya ialah hukum dosa. Untuk mengatasi perdebatan yang terjadi dalam dua unsur tubuh manusia itu, maka dipilihlah akal budi sebagai anugerah yang membedakan kita dengan makhluk ciptaan lainnya. K...