Kata mereka seorang kepada yang lain: "Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?" (Luk 24:32)
Renungan:
Teman-teman yang terkasih, kehilangan seseorang tentu akan membawa seseorang merasa sangat tidak percaya. Apalagi jika peristiwa itu terjadi dengan cara yang tidak wajar. Itu tentu akan membawa orang yang terdekat merasa tidak percaya dan tentunya hal yang tidak lumrah. Apalagi jika kehilangan seseorang yang sudah kita percayai dan kagumi dengan cara yang tidak wajar. Itu tentu sangat-sangat membawa rasa kehilangan yang teramat sangat dan melahirkan begitu banyak asumsi.
Demikianlah juga yang dialami oleh kedua orang yang berjalan bersama Yesus menuju Emaus. Setelah Yesus disalibkan, para murid menjadi ketakutan. Di antaranya kedua orang murid Yesus yang berjalan bersama-Nya menuju Emaus. Mereka mengalami ketidakpercayaan akan peristiwa yang menimpa Guru mereka. Guru yang selama ini mereka percayai mati dengan cara disalib. Padahal menurut mereka Yesus menjadi satu-satunya harapan bagi bangsa Israel dapat membebaskan mereka.
Di tengah situasi demikian, mereka tidak tahu bahwa orang yang diajak berbincang dalam perjalanan itu adalah Yesus. Sampai Yesus akhirnya menegur mereka dengan dua cara yakni menegur mereka dengan menyatakan “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya” (Luk 24:25-26)
Teguran kedua ialah dengan melakukan perbuatan yang pernah dilakukan-Nya pada saat perjamuan terakhir. Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkan roti dan memberikan roti itu kepada mereka. Setelah mengalami kedua teguran itu akhirnya kedua murid itu pun terbuka. Mereka sadar bahwa orang yang berjalan menuju Emaus dan makan bersama-sama itu adalah Yesus.
Teman-teman, kelambanan hati yang dialami oleh kedua orang murid ini terkadang terjadi juga dalam diri kita. Begitu banyak peristiwa buruk yang menimpa diri kita membuat kepercayaan menjadi berkurang. Padahal peristiwa buruk yang menimpa diri kita adalah satu momentum penting bagi kita dalam iman untuk mengalami kehadiran Allah di dalamnya. Allah selalu hadir bersama-sama dengan kita dalam seluruh peristiwa. Ia akan senantiasa menyapa dan menegur kita. Entah melalui orang terdekat maupun dengan sesama.
Komentar
Posting Komentar