Gambar: http://pa-nurulislam.blogspot.com |
Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah. (Luk. 12:20-21)
Renungan: Bapak, ibu dan teman-teman yang dikasihi Tuhan,
Kekayaan merupakan impian yang sering menjadi target utama bagi banyak orang. Dengan kekayaan mereka dapat membeli apa pun. Mulai dari sepatu yang seharga satu jutaan hingga puluhan juta. Bahkan pertemanan pun dapat dibeli. Mengapa bisa dibeli? Karena menurut mereka dengan kekayaan, maka akan ada begitu banyak orang yang senang berteman dengan dirinya. Bahkan sampai ada yang ingin membeli kebahagiaan dirinya sendiri. Entah itu membeli barang-barang yang dekat sekali dengan hobinya atau pergi wisata ke negara impiannya.
Dalam bacaan Injil hari ini Tuhan Yesus memberikan nasihat kepada seseorang yang ada di kerumunan orang banyak. Orang tersebut, meminta Tuhan Yesus agar menegur saudaranya untuk membagi warisan. Namun, Tuhan Yesus menolaknya. Tuhan justru menasihati orang tersebut dengan memberikan perumpamaan orang kaya yang bodoh. Mengapa dikatakan bodoh? Karena orang tersebut itu dikatakan kaya, namun justru ia mempergunakan kekayaan dengan kurang bijaksana. Ia justru berniat untuk mempertahankan dan mengembangkan kekayaan itu hanya untuk dirinya sendiri. Di saat itu juga Tuhan mengambil nyawanya. Selesai sudah, apakah kekayaan yang telah dikumpulkan dibawa ke dalam peristirahatan terakhirnya?
Kita sering keliru dalam memberikan ukuran pada kebahagiaan kehidupan. Sehingga, terkadang kita mengalami kegagalan dalam hidup. Terkadang kita berpikir bahwa segala sesuatunya diukur hanya melalui uang. Segala sesuatunya bisa dibayar dengan uang. Bahkan ketika kita membutuhkan teman, kita bisa menemukannya lagi dengan mengajak teman pergi makan bersama. Setelah itu akan terjalin pertemanan. Namun apakah akan lama ikatan itu? Syeikh Imam Nawawi al-Bantani mengungkapkan, “Jangan sampai kita terlena kata mutiara untuk memenuhi kekayaan duniawi yang sifatnya hanya sementara saja, hingga kita lupa akan tugas kita yang sesungguhnya di dunia ini yaitu mengumpulkan perbekalan untuk menuju kampung akhirat yang kekal.”
Komentar
Posting Komentar