gambar:kasih-karunia.org |
Oleh : Philipus Vembrey Hariadi
Ketika kita memiliki keinginan untuk memberlangsungkan sebuah kegiatan atau ingin mewujudkan keinginan yang selama ini diidam-idamkan. Di sana kita mulai menyusun segala sesuatunya agar apa yang kita inginkan itu terwujud dan terealisasi dengan sangat baik. Mulai dari hal-hal yang sifatnya terlihat di permukaan sampai pada hal-hal yang bersifat inti dan partial. Seluruhnya kita upayakan agar tersusun dengan baik. Pada saat itu mungkin pikiran dan hati kita tertuju pada misi agar keinginan kita dapat tercapai. Sehingga itu sangat menguras pemikiran kita dan mengambil bagian-bagian dalam hidup kita. Tetapi ternyata terkadang kita melupakan satu sosok yang ternyata kerap terlupakan.
Sosok itulah yang ditampakkan di dalam proses pembangunan menara Babel. Menara tersebut ingin dibuat sebagai salah satu bentuk penghormatan terhadap dewa. Di sana Allah berperan sangat besar, yakni dengan menghancurkan sistem bahasa manusia. Allah membuat bahasa yang bagi manusia merupakan hal yang paling esensial atau penting. Allah membuat apa yang diinginkan dan coba diwujudkan menjadi hancur. Bukan karena Allah pencemburu melainkan Allah menunjukkan bahwa selain persatuan masih ada hal lain yang dibutuhkan, yakni Allah.
Kita boleh memiliki visi dan misi yang sama di dalam hidup ini. Kita boleh memiliki bahasa dan tekad yang sama. Tetapi jika Allah terlupakan di dalam proses perwujudan dalam keinginan itu, maka kehancuran akan mendekati proses tersebut. Jika Allah justru sengaja dilupakan, maka proses perwujudan itu pun akan semakin dekat dengan pintu kehancuran. Jadi, mengapa kita sering melupakan Allah di dalam proses perwujudan keinginan? Apakah keinginan itu hanya berkaitan dengan keinginan dan idealisme kita masing-masing?
Komentar
Posting Komentar