Langsung ke konten utama

Apakah Keadilan menurut Allah sama dengan Manusia?

Gambar: https://mediaindonesia.com/
katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? (Mat 20:12-13)

Renungan:

Teman-teman sekalian, terkadang di dalam hidup ini kita dipaksa untuk mengalami suatu momen di mana merasakan ketidakadilan. Misalnya, ketika teman kita mendapat berita menggembirakan diterima di suatu perusahaan besar dan terkenal. Sedangkan kita yang sudah menghabiskan waktu kuliah dengan beban mata kuliah yang tinggi tidak mendapat pekerjaan yang demikian. Ketika kita mengalami peristiwa seperti itu yang ada hanyalah rasa kecewa yang berkutat di dalam pikiran. Sehingga kita sulit menemukan makna kata dari adil itu sendiri.

Adil menurut pengertiannya ialah orang yang bebas dari rasa diskriminasi dan ketidakjujuran (Wikipedia.org, ditelusuri 18/8/2020). Jika kita mengacu pada pengertian adil yang demikian, maka kasus-kasus seperti pada contoh yang dijelaskan sebelumnya sangat mungkin tidak akan terjadi. Itu jika semua orang mau menerima rasa kecewa tersebut. Namun, pada kenyataannya sangat sulit menerimanya.

Salah satunya ialah kisah di dalam Injil hari ini. Di dalam Injil hari ini kita melihat ada sebuah permasalahan di mana si tuan rumah memberikan upah kepada pekerja di kebun anggur yang dimiliki. Upah yang diterimakan kepada mereka menjadi permasalahan yang menurut mereka adalah ketidakadilan. Mengapa tidak adil menurut mereka? Karena di dalam durasi bekerja akan terlihat bagaimana durasi bekerja dari masing-masing pekerja. Seharusnya hal seperti itu pun menjadi acuan di dalam pemberian upah. Namun, hal itu tidak dijadikan acuan bagi si pemilik kebun. Alhasil keputusannya itu membawa masalah.

Bagi pekerja yang sudah datang dan bekerja di kebun itu lebih awal, upah yang diberikan oleh pemilik kebun adalah tidak adil. Mengapa demikian? Karena sekali lagi ukuran yang mereka pikirkan adalah ukuran durasi atau lama bekerja. Namun, kembali kita disadarkan pada ungkapan yang disampaikan oleh pemilik kebun di awal perjumpaan dan kesepakatan. Di sana pemilik kebun hanya menawarkan sedinar dalam sehari. Bagi mereka yang telah bekerja seharian itu adalah tidak adil. Namun, bagi pemilik kebun itu adalah adil.

Teman-teman yang terkasih, terkadang kita diajak untuk berpetualang di dalam setiap permasalahan hidup. Di antaranya ialah masalah ketidakadilan. Allah bisa saja menciptakan keadilan kepada semua orang dan makhluk. Misalnya, ada sepasang suami istri A dan B yang menginginkan sebuah televisi. Ada juga sepasang suami istri C dan D yang juga menginginkan hal yang sama yakni televisi juga. Kedua pasangan tersebut mendapatkan televisi namun berbeda dalam menyikapi televisi tersebut. Pasangan A dan B menonton dan memperbincangkan topik atau tayangan yang muncul di dalam televisi tersebut. Sedangkan pasangan C dan D tidak dapat menikmati televisi tersebut karena mereka berdua tiba di rumah pada pkl 21.00 wib. Sementara mereka harus bangun pada pkl 05.00 wib dan berangkat dari rumah pkl 06.15 wib. Kapan pasangan kedua ini akan menikmati televisi? Weekend? Belum tentu.

Jika kita memperhatikan dari kasus televisi di atas memang mungkin sepertinya yang sangat membutuhkan adalah pasangan A dan B. Karena mereka dapat menikmati televisi tersebut sebaik mungkin. Sedangkan pasangan C dan D tidak bisa menikmati televisi yang diberikan sebaik mungkin karena mereka hanya bisa menikmati di waktu weekend saja.

Teman-teman, terkadang kita merasa seperti pekerja yang bekerja dari pagi hari namun hanya diberikan satu dinar saja. Kita merasa bahwa itu tidaklah adil. Karena saya sudah sering kali berdoa dan bahkan berosario bersama dengan keluarga. Namun, yang terkabul justru tetangga yang jarang sekali berdoa. Di sinilah kita mempelajari keadilan menurut Allah. Allah memiliki ukurannya tersendiri dalam mengabulkan permohonan setiap orangnya. Tidak semua permohonan dapat dikabulkannya. Mungkin Allah melihat urgensi dalam permohonan kita. Atau Allah juga melihat apakah permohonan itu sungguh-sungguh berguna bagi perkembangan baik jasmani maupun rohani. Atau justru permohonan kita membawa keburukan bagi diri kita sendiri. Itu semua hanya Allah yang mengetahuinya. Namun, yang pasti yang bisa kita perbuat ialah senantiasa berdoa tanpa putus. Sehingga Allah pun akan menyendengkan telinganya kepada kita secara bersama-sama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keutamaan itu Namanya Kasih

  Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." (Mrk 12:29-31) Renungan: Teman-teman yang terkasih, kita seringkali menonton chanel-chanel yang membahas mengenai keagamaan. Setelah menonton itu, terkadang kita sampai pada perbandingan dan mencari keunggulan. Kita terjebak pada komparasi-komparasi yang membelenggu pikiran dan pembiasaan diri. Kita hanya sampai pada mencari keunggulan tanpa menerapkan keunggulan itu dalam kehidupan sehari-hari. Yesus melalui Injil Markus 12:28-34 berdiskusi mengenai hukum yang terutama. Di dalam penjelasannya, Yesus menyatakan hukum yang paling utama ialah mengasihi Tuhan dan sesama. Dengan memiliki hubunga

Memprioritaskan Kasih di atas Segalanya

Bacaan dari Injil Mat 12:1-8 : Pada waktu itu, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum. Karena lapar, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya. Melihat itu, berkatalah orang-orang Farisi kepada-Nya: "Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat." Tetapi jawab Yesus kepada mereka: "Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam? Atau tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah?   Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah. Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah. Karen

Rumah Allah itu nampak dalam diri Yesus

P ada waktu itu berkatalah Salomo: "TUHAN telah menetapkan matahari di langit, tetapi Ia memutuskan untuk diam dalam kekelaman. Sekarang, aku telah mendirikan rumah kediaman bagi-Mu, tempat Engkau menetap selama-lamanya." (1Raj 8:12-13) Renungan: Banyak orang ingin sekali memiliki rumah. Karena dengan memiliki rumah, maka seorang manusia akan terlepas dari gangguan hujan dan panas. Dengan memiliki rumah pun seorang manusia dapat terlindung dari serangan hewan buas atau pun serangga yang bisa mengancam kehidupannya. Apa kaitannya dengan kutipan hari ini? Bacaan hari ini kita melihat bagaimana keinginan Salomo untuk mendirikan rumah kediaman Allah. sementara itu, Tuhan Yesus sedang bekerja dengan menyembuhkan banyak orang. Jika Salomo mendirikan rumah kediaman bagi Allah. Di dalam Perjanjian Baru, rumah itu terwujud di dalam Tuhan Yesus Kristus. Di dalam Dia, Allah hadir, menyapa dan berkarya bagi semua orang. Allah pun tidak dibatasi lagi hanya di dalam bangunan kuil.