"Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik? Bagaimana sekiranya ada lima puluh orang benar dalam kota itu? Apakah Engkau akan melenyapkan tempat itu dan tidakkah Engkau mengampuninya karena kelima puluh orang benar yang ada di dalamnya itu?" (Kej 18:23-24)
Oleh : Philipus Vembrey Hariadi
Pada suatu kali, Lita (bukan nama sebenarnya) secara tidak sengaja menumpahkan kuah bakso di atas meja makan kantin. Lalu, Sita sontak memaki Lita dengan membabi buta. Mereka berdua adalah sahabat yang sudah lama bersama. Tetapi persahabatan itu nampaknya sungguh-sungguh rusak dan pecah oleh karena perbuatan Lita di meja makan itu. Lita terkejut dengan seluruh makian Sita. Lita tidak menyangka bahwa Sita memiliki sedemikian banyak kata-kata yang berisikan kebodohan, kekurangan Lita dan seluruh hal yang selama ini sesungguhnya merupakan rahasia yang semestinya tidak dipublikasikan di depan umum. Tetapi ternyata itu semua dikeluarkan oleh Sita pada hari itu juga. Mulai saat itu juga pun, persahabatan di antara mereka menjadi retak.
Kisah seperti di atas mungkin pernah kita alami atau kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Di mana oleh karena satu perbuatan, maka hancurlah sudah seluruh kebaikan yang sudah pernah dilakukan. Allah, di dalam kutipan kitab Kejadian di atas, sepertinya harus memilih memusnahkan Sodom oleh karena perbuatannya atau tetap mempertahankan Sodom oleh karena di dalamnya terdapat beberapa orang benar. Abraham bernegosiasi dengan Allah untuk kembali memikirkan kehendak-Nya itu dan mempertimbangkan eksistensi atau kehadiran dari orang benar. Karena menurut Yes 53 di sana dikatakan bahwa seluruh umat diselamatkan oleh karena penderitaan Penyelamat yang seorang saja.
Kaitan dari pengalaman pada paragraf pertama dan kedua ialah ternyata ada begitu banyak kejadian yang justru merusak hubungan kasih di antara manusia. Rusaknya hubungan ini dikarenakan jauhnya sikap seseorang dengan kasih Allah dalam menanggapi kesalahan sesamanya. Oleh karena kesalahan kecil saja, seorang manusia sanggup sedemikian hebatnya menghancurkan sekian banyak kebaikan yang diberikan oleh Allah melalui sesamanya. Sehingga kasih Allah pun ditolaknya dan berganti menjadi suatu kebencian yang kurang beralasan. Di sini, kita diajarakan oleh Abraham untuk berdialog kembali dengan diri kita sendiri. "Apakah dengan kesalahan yang sedemikian rupa, kita tega dan berani menghancurkan satu orang pribadi?"
Oleh : Philipus Vembrey Hariadi
Pada suatu kali, Lita (bukan nama sebenarnya) secara tidak sengaja menumpahkan kuah bakso di atas meja makan kantin. Lalu, Sita sontak memaki Lita dengan membabi buta. Mereka berdua adalah sahabat yang sudah lama bersama. Tetapi persahabatan itu nampaknya sungguh-sungguh rusak dan pecah oleh karena perbuatan Lita di meja makan itu. Lita terkejut dengan seluruh makian Sita. Lita tidak menyangka bahwa Sita memiliki sedemikian banyak kata-kata yang berisikan kebodohan, kekurangan Lita dan seluruh hal yang selama ini sesungguhnya merupakan rahasia yang semestinya tidak dipublikasikan di depan umum. Tetapi ternyata itu semua dikeluarkan oleh Sita pada hari itu juga. Mulai saat itu juga pun, persahabatan di antara mereka menjadi retak.
Kisah seperti di atas mungkin pernah kita alami atau kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Di mana oleh karena satu perbuatan, maka hancurlah sudah seluruh kebaikan yang sudah pernah dilakukan. Allah, di dalam kutipan kitab Kejadian di atas, sepertinya harus memilih memusnahkan Sodom oleh karena perbuatannya atau tetap mempertahankan Sodom oleh karena di dalamnya terdapat beberapa orang benar. Abraham bernegosiasi dengan Allah untuk kembali memikirkan kehendak-Nya itu dan mempertimbangkan eksistensi atau kehadiran dari orang benar. Karena menurut Yes 53 di sana dikatakan bahwa seluruh umat diselamatkan oleh karena penderitaan Penyelamat yang seorang saja.
Kaitan dari pengalaman pada paragraf pertama dan kedua ialah ternyata ada begitu banyak kejadian yang justru merusak hubungan kasih di antara manusia. Rusaknya hubungan ini dikarenakan jauhnya sikap seseorang dengan kasih Allah dalam menanggapi kesalahan sesamanya. Oleh karena kesalahan kecil saja, seorang manusia sanggup sedemikian hebatnya menghancurkan sekian banyak kebaikan yang diberikan oleh Allah melalui sesamanya. Sehingga kasih Allah pun ditolaknya dan berganti menjadi suatu kebencian yang kurang beralasan. Di sini, kita diajarakan oleh Abraham untuk berdialog kembali dengan diri kita sendiri. "Apakah dengan kesalahan yang sedemikian rupa, kita tega dan berani menghancurkan satu orang pribadi?"
Komentar
Posting Komentar