"Aku tahu juga, bahwa engkau telah melakukan hal itu dengan hati yang tulus, maka Akupun telah mencegah engkau untuk berbuat dosa terhadap aku; sebab itu Aku tidak membiarkan engkau menjamah dia. Jadi sekarang, kembalikanlah isteri orang itu, sebab dia seorang nabi; ia akan berdoa untuk engkau, maka engkau tetap hidup; tetapi jika engkau tidak mengembalikan dia, ketahuilah, engkau pasti mati, engkau dan semua orang yang bersama-sama dengan engkau." (Kej 20:6-8)
Oleh: Philipus Vembrey Hariadi
Setiap kali kita ingin bertindak sesuatu, ada suara di dalam diri kita yang berbunyi. Jika tindakan yang akan kita ambil adalah kebaikan, maka suara itu akan memiliki kecenderungan untuk memuji diri kita. Tetapi jika tindakan yang akan kita ambil adalah jahat, maka kita cenderung diberikan peringatan bahwa itu tidak tepat. Namun, jika kita bersihkeras mengambil tindakan yang jahat itu, maka suara itu akan cenderung mengadili dan menghukum kita. Hukumannya ialah berupa ketidaktenangan dan terbayangnya kesalahan yang telah diperbuat.
Di sanalah Allah berperan dan membuktikan eksistensi-Nya. Di dalam diri manusia selalu ada keinginan untuk berbuat baik. Tetapi memang, di dalam kehidupan sehari-hari kita harus berhadapan dengan kedua pilihan, yakni antara benar atau tidak, baik atau jahat, dan adil atau tidak. Apa yang dihadapi Abimelekh ini merupakan contoh konkret di mana Allah membuktikan kasih-Nya kepada manusia. Allah tidak ingin ia melakukan kesalahan yang dapat berakibat fatal bagi dirinya. Tetapi Allah menginginkan bahwa Abimelekh tetap hidup di dalam-Nya. Suatu hidup yang tidak bercela dan tidak berdosa. Allah ingin Abimelekh tetap berbuat kasih terhadap sesamanya tanpa berbuat tidak adil dan menginginkan hak sesamanya.
Seringkali Allah hadir di dalam kehidupan kita. Di saat kita ingin bertindak sesuatu dan pada saat kita menghadapi suatu masalah. Di sana Allah hadir dan sudah memilih suatu hal yang baik bagi dirinya. Walau meski di dalam pilihan atau suara itu selalu terdapat konsekuensi. Tetapi yang pasti, Allah selalu memberikan pilihan yang terbaik, bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain. Pilihan terbaik atau keinginan Allah yang terbaik ialah menginginkan kebaikan terhadap diri sendiri dan sesama. Hal itu semata-mata diinginkan-Nya agar Allah semakin dikenal dalam kehidupan manusia. Tetapi, apakah kita sudah mendengar dan melaksanakan keinginan-Nya atau kita cenderung memilih yang terbaik bagi diri sendiri dan golongan kita?
Oleh: Philipus Vembrey Hariadi
Setiap kali kita ingin bertindak sesuatu, ada suara di dalam diri kita yang berbunyi. Jika tindakan yang akan kita ambil adalah kebaikan, maka suara itu akan memiliki kecenderungan untuk memuji diri kita. Tetapi jika tindakan yang akan kita ambil adalah jahat, maka kita cenderung diberikan peringatan bahwa itu tidak tepat. Namun, jika kita bersihkeras mengambil tindakan yang jahat itu, maka suara itu akan cenderung mengadili dan menghukum kita. Hukumannya ialah berupa ketidaktenangan dan terbayangnya kesalahan yang telah diperbuat.
Di sanalah Allah berperan dan membuktikan eksistensi-Nya. Di dalam diri manusia selalu ada keinginan untuk berbuat baik. Tetapi memang, di dalam kehidupan sehari-hari kita harus berhadapan dengan kedua pilihan, yakni antara benar atau tidak, baik atau jahat, dan adil atau tidak. Apa yang dihadapi Abimelekh ini merupakan contoh konkret di mana Allah membuktikan kasih-Nya kepada manusia. Allah tidak ingin ia melakukan kesalahan yang dapat berakibat fatal bagi dirinya. Tetapi Allah menginginkan bahwa Abimelekh tetap hidup di dalam-Nya. Suatu hidup yang tidak bercela dan tidak berdosa. Allah ingin Abimelekh tetap berbuat kasih terhadap sesamanya tanpa berbuat tidak adil dan menginginkan hak sesamanya.
Seringkali Allah hadir di dalam kehidupan kita. Di saat kita ingin bertindak sesuatu dan pada saat kita menghadapi suatu masalah. Di sana Allah hadir dan sudah memilih suatu hal yang baik bagi dirinya. Walau meski di dalam pilihan atau suara itu selalu terdapat konsekuensi. Tetapi yang pasti, Allah selalu memberikan pilihan yang terbaik, bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain. Pilihan terbaik atau keinginan Allah yang terbaik ialah menginginkan kebaikan terhadap diri sendiri dan sesama. Hal itu semata-mata diinginkan-Nya agar Allah semakin dikenal dalam kehidupan manusia. Tetapi, apakah kita sudah mendengar dan melaksanakan keinginan-Nya atau kita cenderung memilih yang terbaik bagi diri sendiri dan golongan kita?
Komentar
Posting Komentar