Langsung ke konten utama

BELAJAR BERSIKAP KRITIS DAN TEGAS DARI YUSUF

gambar : tksdbudhaya2.info
"Dengan bantuanku tuanku itu tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia telah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku, bahkan di rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau isterinya. Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" (Kej 39:8-9)

Oleh : Philipus Vembrey Hariadi
Pada akhir-akhir ini, kita menyaksikan di media-media elektronik dan cetak berita mengenai penyalahgunaan kekuasaan. Mulai dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Terakhir kita melihat sedemikian gencarnya berita mengenai korupsi yang dilakukan oleh salah seorang yang memiliki jabatan penting di dalam hukum. Ternyata setelah ditelusuri, begitu banyak uang yang telah dihasilkan dari jabatannya itu terkait kegiatan politik. Sungguh miris melihat kenyataan itu. Di saat kita membutuhkan sesosok karakter pemimpin yang mampu menjadi teladan, ternyata sedemikian mudahnya beberapa oknum pejabat melakukan korupsi. Ini mau membuktikan bahwa karakter seorang pemimpin masih sangatlah rapuh dalam menanggapi tawaran-tawaran yang menggiurkan. Pada umumnya tawaran pada kekuasaan itu berupa kekuasaan, uang dan kepuasan. Ketika seorang pemimpin gagal menanggapi tawaran itu dengan tegas, maka habislah sudah keteladanan dari dalam diri pemimpin tersebut.

Tawaran seperti itu ternyata hinggap juga di dalam kehidupan Yusuf. Di saat ia telah diberikan kekuasaan atas seluruh isi rumah, maka terjadilah penawaran dari isteri dari Potifar. Ia mengajak Yusuf untuk tidur bersamanya. Tetapi dengan halus Yusuf menolak ajakan tersebut. Ketegasan itu diberikan dengan memisahkan apa yang ada di dalam kekuasaannya, yakni antara rumah dan isteri dari majikannya. Ia dengan tegas dan bijak menolak paksaan itu. Meski dengan sikap demikian ia harus menghadapi resiko bahwa sikapnya tersebut akan membawanya kepada fitnah. Pada bagian akhir dari ayat ini diceritakan pada akhirnya Yusuf harus dipenjara karena tuduhan yang disampaikan oleh isteri dari Potifar. Ia tidak memberikan bantahan tetapi ia jalankan apa yang menjadi resikonya itu dengan tabah.

Di saat kita sedang memiliki kekuasaan, terkadang dari luar diri kita datang begitu banyak tawaran mulai dari tawaran yang bersifat positif hingga yang bersifat negatif. Tetapi tidak hanya dari luar, dari dalam diri kita pun juga demikian. Sepertinya dengan kekuasaan yang dimiliki sekarang kita dapat memiliki apa pun yang kita inginkan. Tetapi tunggu, hati-hati dengan kekuasaan yang kita miliki. Keteladanan Yusuf menyatakan bahwa di dalam kekuasaan ada begitu banyak tawaran yang perlu disikapi dengan kritis dan tegas. Karena kekuasaan yang kita miliki itu diserahkan kepada kita untuk kemuliaan Tuhan. Oleh sebab itu, kita harus mengembalikannya dengan memuliakan Tuhan di dalamnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memprioritaskan Kasih di atas Segalanya

Bacaan dari Injil Mat 12:1-8 : Pada waktu itu, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum. Karena lapar, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya. Melihat itu, berkatalah orang-orang Farisi kepada-Nya: "Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat." Tetapi jawab Yesus kepada mereka: "Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam? Atau tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah?   Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah. Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah. Karen

Keutamaan itu Namanya Kasih

  Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." (Mrk 12:29-31) Renungan: Teman-teman yang terkasih, kita seringkali menonton chanel-chanel yang membahas mengenai keagamaan. Setelah menonton itu, terkadang kita sampai pada perbandingan dan mencari keunggulan. Kita terjebak pada komparasi-komparasi yang membelenggu pikiran dan pembiasaan diri. Kita hanya sampai pada mencari keunggulan tanpa menerapkan keunggulan itu dalam kehidupan sehari-hari. Yesus melalui Injil Markus 12:28-34 berdiskusi mengenai hukum yang terutama. Di dalam penjelasannya, Yesus menyatakan hukum yang paling utama ialah mengasihi Tuhan dan sesama. Dengan memiliki hubunga

Demi Kepentingan Sendiri atau Kerajaan Allah?

Gambar : unsplash.com M aka kata Yesus kepada mereka: "Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku." (Mat 28:10) Renungan: Teman-teman yang terkasih, dalam memberikan kesaksian yang dibutuhkan bagi seseorang atau pun proses pengadilan. Dibutuhkan kesaksian yang sungguh-sungguh berangkat dari kejujuran. Itu mengibaratakan di dalamnya tidak ada kesaksian yang dibuat-buat atau kesaksian yang berangkat dari kebohongan.  Di dalam bacaan Injil hari ini kita diajak untuk melihat dua esensi atau nilai dari kesaksian. Kesaksian yang pertama dilakukan oleh para pengikut Yesus dan yang kedua dilakukan oleh penjaga.  Kesaksian yang pertama dilakukan oleh para pengikut Yesus. Mereka pergi untuk melakukan kesaksian. Di dalam perjumpaan-Nya bersama para murid, Yesus menyatakan, “Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudar-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan meliha